Kamis, 27 Juni 2013

Kaki Dara

Butiran debu menari-nari dengan gontai. Pucuk cemara meraung-raung inginkan kedamaian. sunyi. hanya terdengar suara srigala yang sedari tadi terus mengaung dari kejauhan. Hal itu, membuat Dara semakin memojok di ruang kamarnya.

Ya, namanya Dara, lebih tepatnya Dara anggraini. Dia merupakan gadis kecil yang di tinggal pergi orang tuanya. Sekarang ia hidup dengan neneknya; mbok Isah. Mbok Isah yang berprofesi sebagai pencari kayu bakar selalu pulang malam. Sehingga Dara harus menunggui neneknya sampai larut ketika ia di landa ketakutan.

Dengan terseok-seok, Mbok Isah pulang. Dara, si kecil, menyambutnya dengan hangat.

"Mbok, gimana hasil kayunya? Banyak, Mbok?"

"Alhamdulillah, Nduk, cukup untuk makan kita besok. Sekarang kamu tidur ya. Kan udah malam. Besok, Dara harus sekolah."

"Iya, Mbok."

Hari-hari Dara slalu di iringi keceriaan. Meski beban menggunung dibahunya. Ia tak pernah mengeluh. Senyum simpul bahkan tak pernah lepas menghiasi bibirnya. sampai akhirnya Mbok Isah jatuh sakit dan di panggil Sang Pencipta.

Sejak saat itu, Dara tak tau harus ikut dengan siapa. Mbok Isah adalah satu-satunya keluarga yang dimiliki. Kaki mungilnya terus berjalan tanpa arah. Ia sampai pada tempat yang ia sendiri tak tau kota tersebut.

Bau tembakau sangat menyengat di kota itu. Tapi perlahan, kesejukan mulai dirasa. Lantunan ayat suci Al-Qur'an pu membuat ia lebih tenang. Ia bertanya pada orang sekitar, kota apa yang ia gunakan untuk berdiri sekarang ini. Kudus. Ya, dari orang-orang yang ia tanya, jawabnya ini Kota Kudus. Kota yang terkenal dengan sebutan Kota Kretek. Pantas saja bau tembakau tersengat di beberapa titik.

Dara mencari-cari tempat untuknya berteduh, nanti. Ia memasuki kawasan jalan tikus; jalan yang tak pernah ketemu arah pasti. Bingung, itu yang dirasakannya. Beruntungnya ia bertemu dengan seorang gadis yang sebaya dengannya. Lalu ia memberanikan diri untuk bertanya tentang tempat yang dapat di gunakannya istirahat. Gadis itu tersenyum, lalu mempersilahkan Dara beristirahat di rumah orang tuanyaa

Gadis tadi bernama Nasti. Umurnya sekitar 12 tahun, dan masih duduk dibangku Madrasah Tsanawiyah. Dia putri dari pemilik pondok Darun Najah. Pondok yang di tempati Dara.

Semakin hari kehidupan Dara semakin membaik. Semuanya berkat ketekunnya juga bantuan dari Nasti dan keluarganya. Dara mendapat prestasi yang sangat baik di madrasah. Ia selalu mendapat peringkat 1 paralel, tak jarang juga ia mendapatkan juara dalam setiap perlombaan yang diikuti.

Hari begitu cepat berlalu, sekarang Dara udah duduk di bangku kelas 3 Madrasah Aliyah. sebentar lagi ia akan melanjutkan ke jenjang yang lebih dewasa dari sekarang. Namun, kesehatan Dara semakin memburuk. Bahkan ia takut apa yang pernah di alami Mbik Isah akan di alaminya pula. Benar. Penyakit leukimia yang di derita Mbok Isah, kini juga diderita oehnya.

Perlahan namun pasti. Penyakit itu menggerogoti tubuhnya. tingkat Aliyah telah dilewatinya, dan Muwadaa'ah baru saja usai di ikutinya. Tiba-tiba Dara jatuh dan di lerikan kerumah sakit.

* * *

Dara koma berkepanjangan. Hampir 3hari ia tak sadarkan diri. Hari berikutnya ia membaik, ia sudah bisa kembali tersenyum, tapi senyumnya masih menapakkan kepahitan. 2 minggu berlalu, keadaannya semakin parah. bahkan ia sudah tak sanggup lagi memopang dirinya sendiri. seutas harapnya tinggallah Nasti dan keluarganya. Memang, selama Dara sakit yang merawat adalah keluarga Nasti. Dan Dara berharap, keluarga Nasti tak lelah tuk merawatnya

Dara menulis sepucuk surat untuk Nasti dan Keluarganya. Nasti, Abah, Umi, terimakasih sudah mau merawat Dara. Dara terlalu merepotkan kali, semoga kalian tidak menyesal untuk itu. Mungkin, cukup sampai sisni, Dara merepotkan kalian. Dara tak ingin lagi membebani banyak orang. Sekali lagi, terimakasih untuk kalian. Selepas surat itu ditulis, Dara pergi tidur. Dan ternyata tidur Dara untuk melepas lelahnya di dunia, selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar